Paus Yang Rela Manikahi Kerbau

Zaman dahulu kala, di lautan luas hiduplah seekor ikan paus yang kesepian. Ia merasa lautan yang amat luas begitu sempit. "Aku harus...

Paus Yang Rela Manikahi Kerbau

Zaman dahulu kala, di lautan luas hiduplah seekor ikan paus yang kesepian. Ia merasa lautan yang amat luas begitu sempit. "Aku harus melihat dunia yang lebih luas dari ini," bisik hatinya semangat."Terumbu karang, pasir, air yang asin, aku sudah muak dengan mereka. Hanya aku yang sendiri, mereka tidak bisa jadi kawan yang mengerti. Aku harus pergi!"

Ikan pauspun siap-siap berangkat. Ia berenang melewati lautan luas ke sebuah kuala. Ia akan berenang mengarungi panjangnya sungai.

Ia terus berenang tanpa henti sambil menikmati perubahan suasana pelan-pelan. Air asinpun secara perlahan berubah tawar. "Wah, air dengan rasa seperti ini sedap juga rupanya, ya?" Tapi kurang sedap bila cuma menikmatinya sendiri. Wajahnya murung kembali.

"Hei, kamu ikan paus, ya?" suara kecil terdengar di belakang paus.

Bukannya menjawab, paus malah terheran. "Hei penyu, kenapa kamu disini?"

"Oh, aku sudah lama ada disini. Dulunya aku diasuh manusia, lalu dilepas ke laut, terus aku bosan dan jalan-jalan kemari deh."

"Oh ya, mau jadi kawan perjalananku?" Wajah murung paus mendadak bersinar. Kehadiran penyu seperti angin segar dalam perjalanannnya yang sepi.

"Memangnya kamu hendak kemana?"

"Aku sedang mencari, ah... aku tidak tahu. Aku hanya sedang ingin berenang dan terus berenang untuk menikmati dunia yang ternyata luas juga, ya, Penyu?"

Penyu dan ikan paus pun memutuskan berpetualang berdua. Di dalam perjalanan, mereka bertemu dengan banyak hal. Eceng gondok, lintah, pacet, dan lain sebagainya yang membuat ikan paus ternganga.

"Mereka semua penghuni air tawar, ya? Dan yang menggelikan itu siapa namanya tadi? Pacet? Dia nggak bisa berenang, ya? Dia cuma jalan-jalan di rumput-rumput basah gitu. Wah, kamu tahu Penyu, baru kenal pacet itu, tubuhku terasa geli-geli jijik begitu."

"Oh, itu namanya kamu fobia sama pacet, Us." Paus terheran kembali. Penyun melanjutkan ucapannya karena mengerti ekspresi paus. "Fobia itu artinya ketakutan yang luar biasa, Us. Kamu takut, tapi kamu nggak tahu alasannya apa. Aku pernah mendengar itu pada pengasuhku dulu. Dia manusia yang fobia sama kodok. Padahal menurutku, kodok itu sangat imut, Us."

Paus mengangguk kagum. "Aku jadi ingin ketemu manusia."

"Oh ya, hati-hati, Us, sama pacet. Dia dan lintah itu penghisap darah. Kalau dalam alam manusia disebut dengan vampir. Hmm ada lagi, namanya rentenir. Mereka suka ngisap darah orang miskin."

"Orang miskin itu kayak mana, Nyu?"

"Yah kayak kita, nggak ada rumah, juga... nggak ada pasangan hidup, hehe..." Penyu nyengir.

"Ada-ada aja kamu ya, Nyu. Kalau bercanda bisa bikin perutku tambah sakit. Tapi kamu keren, kamu adalah binatang jelek yang paling jenius yang kukenal, hehe..." Kali ini paus yang nyengir.

***
Setelah berenang seminggu, akhirnya paus dan penyu sampai ke sebuah sungai dekat perkampungan. Ia melihat ada binatang bertanduk, berkulit hitam dengan wajah yang sangar sedang mandi. Badan paus lumayan besar dibandingkan ikan-ikan sungai, tapi amat kecil bila dibandingkan dengan binatang itu.

"Penyu, itu binatang apa? Wajahnya kok nampak galak kali? Aku baru sadar, kamu lumayan cantik bila dibandingkan dia."

"Jangan bercanda! Kami dari spesies dan marga yang berbeda, mana bisa disamakan! Itu namanya landak, Us." Penyu menyernyit sambil memperhatikan binatang yang mandi itu. "Eh bukan kayaknya, sepertinya.... sepertinya namanya badak."

Paus tiba-tiba berenang cepat menghampirinya. Penyu menyusul dengan penuh kekhawatiran. Ia berbisik, "Binatang itu peliharaan manusia, Us. Kalau ketangkap manusia, kamu bisa dimakan mereka, Us. Ayo kita pergi." 

Paus tidak peduli. Ia semakin tertantang. 

"Hei badak tua, kamu sedang apa?"

"Dia sedang mandi idiot!" sergah Penyu. "Jangan basa-basi sama hewan galak itu."

"Kami bukan badak, tapi kami kerbau," ucapan dibalik badan binatang besar itu. Penyu dan paus keheranan, mereka sibuk mencari asal suara itu. 

"Wah, aku tak pernah melihat kalian sebelumnya," sambung suara itu. 

"Hah?" Paus dan Penyu terkejut. Ada kembaran binatang besar itu yang sangat kecil kini di hadapan mereka. Tubuhnya persis sama seperti porsi paus yang tak terlalu besar bila dibandingkan paus jaman now. "Aku anak dari kerbau ini, tapi waktu kecil aku kena virus polio, jadinya tubuhku gak bisa besar lagi."

Kerbau kecil itu tiba-tiba menangis. 

"Kamu kenapa menangis?" Penyu heran.

"Aku dalam masalah besar!"

"Masalah apa?"

Kerbaupun menceritakan kisahnya. Ia harus menikah karena umurnya sudah 30 tahun. Seluruh keluarganya galau karena dia sudah menjomblo selama itu. "Wah, aku juga sudah ngejomblo selama 25 tahun, Bau. Eitss, tunggu, kamu jantan apa betina, Bau?"

"Jantan, Us."

"Wah, aku betina, Bau. Bagaimana kalau kamu menikah denganku saja?"

"Whatssssss, mana bisa begitu," potong Penyu. "Kalian beda agama, eitss bukan... Kalian itu beda spesies, beda marga. Wah, kamu habis minum soju ya, Us?!"

"Kukira kamu jenius, rupanya bagian itu kamu blo'on, ya, Nyu?" ejek Paus. "Menurut buku yang aku baca--,"

"Baca buku darimana?" potong Penyu sinis.  "Mana ada penulis, apalagi perpustakaan di lautan? Kalau bohong sekolah dulu deh. Orang sering cabut sekolah, jangan sok mau ngebohongi juara kelas!"

Mata Paus dan Kerbau menyipit. "Dia mulai ngaur, Bau. Abaikan saja. Anggap saja angin lalu, tong kosong, kentut pacet. Jadi, kamu mau jadi suamiku?"

"Kebalik, Us. Aku aja yang nanya, ya? Kamu mau gak jadi istriku, Us?"

"Jawabannya..., Why not?"

"Artinya?"

"Kenapa tidak? Hehe, aku sering baca buku, Bau. Tapi, dimimpiku. Entah kenapa mimpiku keren banget. Sebelum aku melihat hamparan luas ini, air yang rasanya tawar ini, terlebih dahulu aku sudah memimpikannya. Kamu ngerasa gak, kayaknya aku indigo deh, hehe..." 

Kerbaupun takjub. Penyu tak bisa berkata apa-apa lagi. Akhirnya mereka menikah. Saksinya adalah kodok, ikan gabus, dan lele. Ada beberapa ular yang diundang. Tapi paus melarang penyu mengundang pacet dan lintah sebab mereka rentenir. Paus merinding membayangkan itu. "Mereka sungguh tidak hewani, Nyu!"

Awal pernikahan terasa manis. Tapi, lama-lama paus mulai bosan hidup di sungai. 

Paus mengomel, "Ternyata sungai ini tak sebaik yang kukira. Banyak manusia idiot yang buang sampah dan kotoran sembarangan. Aku ingin balik ke laut, Mas Kerbau." 

"Loh, bukannya dulu kamu bilang tempat ini menyenangkan? Banyak pohon, air tawar--,"

"Jujur, air tawar bukan seleraku!" ketusnya. "Warnanya sering banget kekuningan. Jorok! Bayangkan laut, selalu biru dan jernih."

Kerbau mulai geram. "Kenapa kamu baru jujur sekarang?!"

"Karena untuk mendapatkan cintamu, aku harus menjadi seperti dirimu, kan? Baru kita bisa dikatakan serasi."

"Itu tidak benar! Berarti kamu tidak ikhlas menikah denganku. Baik, silahkan kembali ke laut. Tapi....,"

"Tapi apa?"

Kerbau memperhatikan perut bunting istrinya. "Kalau anak kita lahir seutuhnya mirip dirimu."

"Baik."

Seminggu setelah itu lahirlah anak mereka. Paus sangat senang karena anak mereka seutuhnya mirip paus. Paus pun siap-siap meninggalkan sungai. Tapi sayangnya penyu tak mau ikut. Ia tetap memilih tinggal bersama kerbau. Ia kecewa pada sikap paus yang mengatakan benci pada air tawar, padahal dulu ia bilang sangat menyukainya. 

Akhirnya paus pergi bersama anaknya dengan balutan air mata kerbau. Rupanya, nasib buruk menimpa paus. Ia ditangkap kapal nelayan. Nasib baik anaknya selamat. Ia tumbuh besar dan menikah lalu melahirkan anak-anak dan menjadikan komunitas yang banyak. Daging paus pun beda dengan ikan-ikan yang lain karena pernikahannya dengan kerbau. Rasanya seperti daging sapi muda bila dimakan. Lezat sangat! 


Sekian. Apa hikmahnya? 

1. Jangan durhakan pada suamimu!
2. Berkatalah selalu jujur!
3. Hidup hanya sekali, nikmat apa yang ada sebelum kamu mati. 


Ketika Mata Tak Kenal Cahaya (Ibu)

Hangat pelukmu lambungku ke mega senyummu adalah mahkota terindah dirambutku kau rawat aku dengan kasihmu kau sentuh aku dengan sayang...

Ketika Mata Tak Kenal Cahaya (Ibu)

Hangat pelukmu lambungku ke mega
senyummu adalah mahkota terindah dirambutku
kau rawat aku dengan kasihmu
kau sentuh aku dengan sayangmu
kau beriku hadiah tiada jemu

Ibu,
tak sebanding yang kudapat dari siapapun rindumu
utara lisanmu lebih tulus dari sungai yang mengalir
lebih mulia dari mentari pagi yang istiqamah
badai,
halilintar,
topan,
kau hadang dengan pedangmu yang rapuh hanya untukku

Ibu,
kau tahu?
air matamu telah iris dadaku tak terlampaui perihnya
lisanmu yang halus ajarku terus berjuang
kau jahit sayapku yang rapuh dan luka
kau kata, "terbanglah! kau pasti mampu"

Ibu,
bisakah aku memberikan mahkota terindah untukmu?
seperti yang telah kau beri untukku?
apakah aku punya kesempatan itu?
kau halau gelap untukku
kau tunjukkan matahari ketika mataku tak mengenal cahaya

Ibu,
saat aku tak mampu bergeser dalam lukaku
kau angkat tubuhku dengan lemahmu
kau tunjukkan kuat dalam letihmu
hanya untuk mengajarkanku, "kau pasti bisa! pasti bisa!"

Ibu,
andai engkau tahu,
kuat kakiku hanya karenamu
tegapku hanya karena tatapmu
aku bertahan hanya untukmu
karena aku...
aku...
aku ingin engkau selalu tersenyum Ibu....
ingin selalu waktu terus maju,
dan kemudian akulah yang menunjukkan mentari ketika matamu tak kenal cahaya

By: W. Atropurpurea/ Aya Scabiosa
Monday, October 09, 11.08 AM
at Blang Dalam Tunong, Kecamatan Nisam, Kab. Aceh Utara


Rindu (Part 2)

Saat desiran rindu menggeliti, Aku terlempar ke dunia lain. Dunia yang halus tak tersentuh. Sendu bersama semilir rasa yang mem...


Saat desiran rindu menggeliti,

Aku terlempar ke dunia lain.
Dunia yang halus tak tersentuh.
Sendu bersama semilir rasa yang membuncah.
Membuncah di rongga hasrat yang terbisu layu.

Itulah sebentuk rinduku,
Menggetari heningku yang kosong.

Kau! Ya, kau insan memalingkan wajahnya.
Kau! Ya, kau insan yang terpental jauh dari hadapanku.
Kau! Ya, kau yang menyusup halus mencuri butiran-butiran lelapku,
Menciptakan spasi yang melelahan digulitaku.

Kau! Ya, kau yang riuh mengusikku dikeheningan atau dikeramaian.
Hanya kau!
Kau si pengusik yang lumpuh ku usir.
Sebab aku fakir mampu untuk hal itu.
Fakir yang hanya untukmu, si pengusik halusku!

Namun bodohnya, aku adalah penjamu yang baik.
Penjamu pada setiap rindu yang terseludup antara jarak dan waktu.

Kau! Ya, kau penyeludupnya!
Aku! Ya, aku pun penyeludupnya!
Tapi itulah seni.

Sepenggal seni rasa yang berhikmah.

Baca Juga: Rindu (Part 1)

Longing

When rustling longing tingle, I was thrown into another world. Subtle world untouched. Wistfully along breezy flavor bubbl...


When rustling longing tingle,
I was thrown into another world.
Subtle world untouched.
Wistfully along breezy flavor bubbling.
Welled cavity desire becomes mute withered.

That is a form of desire,
Thrilling my empty silence.

You! Yes, you're man looked away.
You! Yes, you're a human being who bounce away from me.
You! Yes, you who infiltrated fine granules steal my sleep,
Creating spaces tiring on my dark.

You! Yes, you are boisterous bothers me in silence or in the crowd.
Only you!
You're the lame my harassers me expelled.
For I am poor and can afford to it.
poor is only for you, my harassers soft !!

But stupid, I was a good host.
Host on every missed tucked between distance and time.
But that's art.
A piece of art that has a sense of wisdom.


My heart Dry Dew Silent Witness

Rattling my soul on dressing that morning dew Dew dry my silent witness And my wrath on the world He tenderly sing with a...


Rattling my soul on dressing that morning dew
Dew dry my silent witness
And my wrath on the world

He tenderly sing with anathema in my eyes

Curse!!!

You need not sing in front of me
Because my blood denounced arrival mark
Each air that you carry at dawn

Curse!

I surly expression notch at that time
Time to kick the flowers in my heart
Do you know?
No!
Because you're soulless dead

Curse!

A spiny nodes at the time you step on
Dawn dew hug
I pressed my eyes hiding inside.
Silence without motion corner of the

Curse!

But you keep coming
Stood in my world
Say hello to my wounds remained firm
Dew dry my silent witness

Aku Jatuh Cinta

Dentuman kidung cinta merebak aku terkulai pasrah mabuk dalam candu yang lebih hebat dari narkotika candu asmara Ini ras...


Dentuman kidung cinta merebak
aku terkulai pasrah
mabuk dalam candu yang lebih hebat dari narkotika
candu asmara

Ini rasa yang rebakannya sungguh gila
aku lupa, bagaimana detakan jantung mengalun biasa
aku lupa, warna dunia seperti apa
aku terhempas dalam labirin merah muda 
dan aku menyala di dalamnya

Kesadaranku bergeming sesaat
dan itu hanya sebatas lewat
labirin merah muda masih terlalu dekat
jantungku masih menderang, 
labirin merah muda kucengkeram kuat

Aku jatuh cinta....

Puisi Sebelumnya: Hujan

Hujan

Kepulan mega mendadak pekat cakrawala berteriak pecahkan senyap dan indera pendengaranku mulai meraba rinai indahmu terp...


Kepulan mega mendadak pekat
cakrawala berteriak pecahkan senyap
dan indera pendengaranku mulai meraba
rinai indahmu terpelanting gemerincing

Tudung jiwa panggilkan dia mendadak
maka aku mulai berpuisi dalam puing kenangan
dalam bahtera harapan tak bertuan

Nahkodaku raib
hangus oleh garis Tuhan
dan aku hidup bersampul nestapa

Rinaimu kembali pantulkan kisah
dan nelangsa jiwa tak kenal arah
ini gila! 
kami pernah mencoba membunuh rinai
tapi kami kalah
kami basah
jujur itu indah
tapi sekarang musibah!

Puisi Sebelumnya: Luka

Tentang Penulis